Minggu, 01 Mei 2016

SISTEM OTOMASI PERPUSTAKAAN ATAU LIBRARY AUTOMATION



SISTEM OTOMASI PERPUSTAKAAN ATAU LIBRARY AUTOMATION
Oleh : Dea Tiaraningrum
Mata Kuliah: Penerbitan Grafis dan Elektronik
Dosen Pengampu: Pitoyo Widhi Akmoko S. Si, M. Si
Penulis: Dea Tiaraningrum
Publikasi: Aulia Nurdienawati (135030701111018)
System adalah software yang beroperasi berdasarkan pangkalan data untuk mengotomasikan kegiatan perpustakaan. Pada umumnya software yang digunakan untuk otomasi perpustakaan menggunakan model “relational database”. Database atau pangkalan data merupakan kumpulan dari suatu data. Dalam perpustakaan paling tidak ada dua pangkalan data yaitu data buku dan data pemustaka. Sistem Otomasi Perpustakaan di Indonesia pada umumnya hanya mempunyai tiga modul yaitu katalogisasi, sirkulasi, dan OPAC dan ini merupakan modul minimal yang harus dimiliki oleh perpustakaan untuk kepentingan otomasi. Modul – modul tersebut merupakan sistem yang sudah terintegrasi sehingga istilah sistem otomasi perpustakaan  juga sering disebut dengan sistem perpustakaan terintegrasi (Integrated Library System).
Otomasi perpustakaan akan memperingan pekerjaan staf perpustakaan dan memudahkan pemustaka dalam memanfaatkan perpustakaan. Singkat kata otomasi perpustakaan akan menjadikan pekerjaan dan layanan perpustakaan dapat dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan di atas uraian berikut hanya menitikberatkan pada tiga hal tersebut.
1.      Memudahkan dalam pembuatan katalog.
Perpustakaan yang belum menerapkan otomasi pada umumnya harus membuat kartu katalog agar pemustaka dapat menemukan sebuah buku yang diketahui berdasarkan pengarang, judul atau  subyeknya dan menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan.
2.      Memudahkan dalam layanan sirkulasi
Sebelum perpustakaan menggunakan komputer layanan proses peminjaman biasanya dilakukan dengan menggunakan kartu. Pekerjaan yang harus dilakukan diawali dengan petugas meminta kartu pemustaka, mengambil kartu pinjam, menulis nomer buku di kartu pinjam, mencabut kartu buku dan diakhiri dengan mem “file” kartu. Pekerjaan tersebut memakan waktu yang cukup lama dan cukup rumit. Dengan komputer pekerjaan peminjaman buku dapat dilakukan dengan cepat dan mudah yaitu hanya dengan menyorot “barcode” kartu kemudian menyorot “barcode” buku selanjutnya memberikan cap tanggal pengembalian.
3.      Memudahkan dalam penelusuran melalui katalog.
Otomasi perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam menelusur informasi khususnya katalog melalui OPAC (Online Public Access Catalog). Pemustaka dapat menelusur suatu judul buku secara bersamaan. Disamping itu, mereka juga dapat menelusur buku dari berbagai pendekatan. Misalnya melalui judul, kata kunci judul, pengarang, kata kunci pengarang, subyek , kata kunci subyek dsb. Sedangkan apabila menggunakan katalog manual, pemustaka hanya dapat akses melalui tiga pendekatan yaitu judul, pengarang, dan subyek.
Adapun manfaatnya antara lain :
  1. mengatasi keterbatasan waktu 
  2. mempermudah akses informasi dari berbagai pendekatan misalnya dari judul, kata kunci judul, pengarang, kata kunci pengarang dsb.
  3. dapat dimanfaatkan secara bersama-sama
  4. mempercepat proses pengolahan, peminjaman dan pengembalian
  5. memperingan pekerjaan
  6. meningkatkan layanan
  7. memudahkan dalam pembuatan laporan statistik
  8. menghemat biaya
  9. menumbuhkan rasa bangga.
  10. mempermudah dalam pelayanan untuk kepentingan akreditasi.
1.      Kesalahpahaman tentang otomasi perpustakaan.
Ada beberapa anggapan yang sebetulnya belum tentu benar adanya. Anggapan yang pertama mengatakan bahwa biaya otomasi perpustakaan sangat besar. Pengalaman telah menunjukkan bahwa dengan adanya otomasi perpustakaan justru akan menghemat biaya. Anggapan kedua mengatakan bahwa kalau nanti semua pekerjaan perpustakaan diotomasikan, maka akan terjadi pengurangan tenaga bahkan pengangguran staf perpustakaan. Pendapat ini menurut saya juga tidak tepat. Sebetulnya kebanyakan pustakawan di Indonesia masih bekerja pada level standar minimal atau bahkan dibawahnya. Mereka hanya melakukan pekerjaan- pekerjaan seperti katalogisasi, klasifikasi, layanan sirkulasi, referensi dan layanan majalah secara standar. Belum banyak staf perpustakaan mengembangkan layanannya seperti layanan kesiagaan terkini (Current Awareness Service), penyusunan indek dsb.
2.      Kurangnya staf yang terlatih.
Kurangnya staf yang terlatih biasanya menjadi kendala yang menghambat pengembangan otomasi perpustakaan. Pembangunan otomasi perpustakaan paling tidak harus mempunyai staf yang mampu mengoperasikan komputer (operator), bahkan kalau perlu mempunyai tenaga ahli. Banyak perpustakaan yang sampai saat ini masih menjadi tempat pembuangan. Artinya apabila ada staf yang susah untuk dibina biasanya pemimpim akan memindahkan staf tersebut ke perpustakaan. Hal inilah yang dapat menyebabkan terhambatnya pengembangan perpustakaan termasuk dalam membangun otomasi perpustakaan. Keadaan seperti itu di perpustakaan perguruan tinggi sudah mulai ditinggalkan.
3.      Kurangnya dukungan dari pihak pimpinan.
Dukungan pimpinan merupakan hal yang sangat strategis dalam membangun otomasi perpustakaan. Tanpa dukungan pimpinan yang memadai rencana otomasi perpustakaan tidak akan berhasil dengan baik. Dukungan tersebut dapat berupa dana, pengembangan staf, dan dukungan moril.
4.      Input data
Proses input data biasanya juga menjadi kendala dalam membangun otomasi perpustakaan. Apalagi kalau jumlah koleksi perpustakaan sudah besar tentu akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Agar proses input data dapat lancar dan tidak perlu dana besar serta tidak mengganggu layanan perpustakaan, sebaiknya pada permulaan pelaksanaan otomasi perpustakaan tetap menjalankan dua sistem yaitu sistem manual dan sistem otomasi. Input data dimulai dari buku-buku baru, kemudian buku yang sering dipakai, dan kalau waktunya longgar baru input data buku yang lain. Setelah jumlah data yang dimasukkan dianggap pantas untuk dilayankan sebaiknya secepatnya dilakukan layanan sirkulasi dengan komputer. Dengan cara demikian, saya yakin akan memperlancar proses pelaksanaan  otomasi perpustakaan.
Perlu diingat bahwa pemilihan software otomasi perpustakaan untuk kepentingan jangka panjang. Kesalahan dalam memilih akan berakibat panjang dan konsekuensinya akan terjadi pemborosan. G.K. Manjunath menyarankan beberapa kriteria yang  dapat membantu para pustakawan dalam memilih software. Kriteria tersebut adalah : 
  1. Siapa pengembangnya ? apakah lembaga, perusahaan, atau individu ? Yang paling baik adalah software yang dikembangkan oleh lembaga atau perusahaan yang mempunyai reputase baik. Usahakan tidak membeli software dari individu karena banyak kelemahan yang akan dihadapi.
  2. Seberapa sering software tersebut direvisi ? Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari sejak “launching” pertama berapa kali software telah direvisi.
  3. Berapa banyak parameter yang tersedia untuk setiap modul ? Semakin banyak parameter yang dimiliki akan semakin fleksibel dan mudah untuk disesuaikan dengan kepentingan perpustakaan kita.
  4. Apakah software mempunyai fasilitas import dan export data bibliografi yang sesuai dengan ISO2709 ? Format lain seperti MARC Format dan Dublin Core dapat digunakan sebagai pertimbangan.
  5. Apakah memberikan pelatihan setelah instalasi dan apakah ada buku petunjuk ?
  6. Apakah software tersebut dapat berjalan di sistem operasi yang utama seperti Windows NT, Linux, Unix dsb.?
  7. Apakah dapat di akses melalui Web.?
  8. Apakah juga ada interfacenya dengan e-mail ?
  9. Berapa banyak yang telah memakai software tersebut ?
  10. Adakah OPAC nya menawarkan perbedaan password untuk masing pustakawan dan pengguna ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar